Minggu, 16 Oktober 2011

Pendidikan di Indonesia 

Kasus kekerasan yang terjadi pada siswa SMA 6 jakarta terhadap wartawan membuat kita terhenyak. Kejadian itu merupakan bukti bahwa kekerasan masih menjadi bahaya laten di tengah-tengah dunia pendidikan kita.
Sebenarnya soal tawuran remaja (anak sekolah) merupakan masalah klasik, berkesinambungan, dan kompleks. Peristiwa-peristiwa ini hanya puncak gunung es. Tak hanya di era 1960-an manakala dikenal geng-geng yang melegenda, seperti Siliwangi dan Berlan, geng-geng remaja saat ini pun tak kalah melemparkan aksi yang tak jarang meminta korban jiwa atau luka. Hal ini seharusnya membuat kita khawatir karena dampak kekerasan/tawuran begitu serius.
Tawuran siswa bukan sekadar tanggung jawab sekolah karena peristiwa itu bisa terjadi di luar sekolah, yaitu saat mereka pulang sekolah. Dalam konteks sekolah, tentu tidak mudah menghilangkan budaya kekerasan mengingat beragam faktor yang melingkupinya. Faktor keluarga dan faktor sosial lainnya akan sangat sulit dikontrol oleh pihak sekolah. Untuk itu, kontribusi semua pihak amat berintegrasi.
Mungkin Indonesia menganggap tawuran belum menjadi masalah sosial sehingga penanganan kejahatan di sekolah menjadi subyek hukum kriminal biasa. Artinya, penanganannya disamakan dengan kriminal pada umumnya. Jika tindakan kriminal fisik sudah menjadi kenyataan kekerasan, aparat baru turun tangan.
Kebiasaan tawuran bisa jadi merupakan dampak dari pembiaran berbagai praktik kekerasan yang selama ini terjadi di lingkungan sekolah. Penelitian yang digelar Yayasan Semai Jiwa terhadap berbagai kasus kekerasan (bullying) di sekolah-sekolah di Indonesia memaparkan bahwa kasus-kasus bullying sebenarnya sudah mengakar dan membudaya di lingkungan semua jenjang pendidikan.
Sayangnya, guru dan pendidik di Indonesia belum menyadari dampak negatif bullying yang bisa berbentuk penggencetan, olok-olok antarteman, dan sebagainya. Guru masih menganggap bullying sebagai hal biasa dalam kehidupan remaja. Bahkan, dalam format acara tertentu sudah dianggap legal oleh instansi pendidikan yang bersangkutan. Kalaupun ada yang peduli, tapi peran guru seolah-olah tidak kuasa untuk meredam tindakan-tindakan bullying yang dilakukan oleh muridnya pada saat acara-acara yang dikelola muridnya sendiri.
Sebagai contoh acara yang rutin yang resmi dilaksanakan di lingkungan pendidikan tapi berbau bullying adalah acara rekrutmen organisasi ekstrakurikuler, masa orientasi siswa, atau bentuk-bentuk acara lainnya yang berbau perpeloncoan dari jenjang sekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Pembiaran inilah yang bisa jadi berdampak pada jiwa tawuran yang sewaktu-waktu mudah tersulut jika ada rangsangan. Pada kasus siswa SMAN 6 Jakarta, aksi wartawan yang digelar di depan sekolah merupakan rangsangan yang menyulut darah tawuran para siswa.
Maraknya kekerasan/tawuran yang bersifat destruktif dilihat dari sudut pandang lain juga merupakan wujud kekagalan dari pendidikan kita. Betapa para pelajar kita tidak cukup hanya diajari mata pelajaran tertentu, atau semata didorong hanya untuk lulus ujian. Pelajar dan remaja membutuhkan sesuatu yang lebih, yakni moral dan etika secara practical.
Karenanya, pendidikan harus kembali benar-benar diarahkan untuk tidak sekedar menggenjot capaian-capaian pada aspek kognitif semata, namun harus diseimbangkan dengan aspek afeksi dan psikomotorik. Nilai bagus memang penting, namun tentu tidak hanya itu. Pengajaran dan pemantauan terhadap budi pekerti pelajar juga tidak kalah penting untuk dilakukan secara intensif.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya mampu mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan zaman. Kesiapan itu tentu bukan semata pada wilayah capaian nilai formal. Maka, sekolah harus mampu melihat dan memperlakukan pelajar sebagai pribadi yang utuh. Tidak pas kalau sekolah hanya menuntut siswanya untuk belajar dan belajar untuk memenuhi targetan angka-angka. Karena, para pelajar harus dikenalkan untuk mempelajari kehidupan yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin kondisi tertekan akan melahirkan generasi yang cerdas dan tanggap lingkungan? Kalau hal semacam ini akan tetap dipertahankan, maka kita patut khawatir bila kasus-kasus tawuran siswa akan semakin marak.
Untuk mengantisipasi sejak dini maraknya aksi kekerasan, maka langkah pertama adalah membersihkan budaya kekerasan di lingkungan pendidikan, baik yang dilakukan oleh pelaku internal maupun eksternal sekolah. Peranan guru dan para orangtua sangat dituntut di sini.
Jika ditelusuri, sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan geng-geng pembuat onar. Salah satunya karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua akibat terlalu sibuk dengan pekerjaan. Perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orangtua.
Faktor lain yang juga ikut berperan adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Dhus, mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan, apakah ngebut di jalanan sebagaimana dijumpai pada geng motor ataupun melakukan kekerasan fisik/tawuran sebagaimana dijumpai pada kasus di SMAN 6.
Untuk mengakhiri kebiasaan kekerasan/tawuran di kalangan siswa, serangkaian upaya harus dilakukan. Salah satunya dengan membenahi peran orangtua dalam memberikan kepedulian dan kasih sayang. Selain itu, perlu upaya penanaman nilai-nilai agama terutama tentang akhlak (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Tanggapan :
Permasalahan dunia pendidikan yang terjadi di Negara kita cukup lama hingga kini belum dapat terselesaikan. Ini membuat kita terus berfikir dan menganalisa sebab dan faktor yang terjadi di dunia pendidikan. Pemerintah seharusnya lebih sigap dan progresif menangani permasalahan yang terjadi di Negara ini, terutama masalah pendidikan. Program-program pemerintah yang telah dibuat dan dijalankan saat ini perlu di kaji ulang, apa saja program yang belum dapat maksimal dijalankan atau belum dapat maksimal berhasil. Program yang belum maksimal yang dijalankan pemerintahan ini menurut saya perlu ada perubahab dan tambahan-tambahan program agar permasalahan di bidang pendidikan ini lebih di perkecil. Misalkan dengan memilah guru pengajar yang lebih professional mengajar. Tidak dengan menilai gelar pendidikan guru tersebut melainkan bagaimana cara guru tersebut mengajar dengan baik terhadap generasi muda di Negara kita. Adapun program yang bisa dijalankan pemerintah dan dilaksanakan masyarakat yaitu dengan dibuat standar sistem peraturan yang displin yang dibuat pemerintah untuk berlakukan untuk sekolah-sekolah yang berada di indonesia untuk melaksanakan program tersebut agar akhlak dan moral generasi muda bisa lebih baik. Dan banyak lagi program-program yang mesti dilaksanakan pemerintah , baik dibuat oleh pemerintah sendiri maupun bermusyawarah dengan masyarakat melalui opini-opini masyarakat itu sendiri. Dengan begitu masalah dibidang pendidikan akan kecil terjadi dan apa yang Negara kita mimpikan di bidang pendidikan dapat tercapai.


Krisis Air Bersih Mengancam Indonesia

Peringatan Hari Air Dunia 2010 pada Maret lalu, diwarnai kabar tak menyenangkan tentang ancaman krisis air bersih. Krisis yang terus berlangsung di berbagai belahan dunia ini bahkan makin mengkhawatirkan. Sebab, jumlah manusia dari waktu ke waktu terus bertambah. Kebutuhan akan air pun ikut meningkat. Namun, jumlah persediaan air tidak bertambah.
Ya, ancaman krisis air bersih melanda dunia. Kini, masyarakat dunia tak hanya terancam kelaparan, namun juga kehausan. Indonesia tentu tak luput dari ancaman ini. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, kelangkaan air dunia paling parah terjadi di kawasan Afrika. Sedangkan untuk Asia Tengah adalah Indonesia, khususnya di Jawa dan sepanjang pantai utara.
Bagi Indonesia, masalah krisis air bersih terutama disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola sumber daya air. Hal ini mengakibatkan tidak seimbangnya antara kebutuhan akan air yang terus berkembang dengan ketersediaan sumber daya air yang cenderung tetap. Asal tahu, Indonesia memiliki potensi air tawar sebesar 1.957 miliar meter kubik/tahun. Dengan jumlah penduduk yang kini mencapai 228 juta jiwa, jumlah air tawar tersebut setara dengan 8.583 meter kubik/kapita/tahun. Jumlah ini berada di atas nilai rata-rata dunia, yaitu 8.000 meter kubik/kapita/tahun. Namun, kondisi ketersediaan air ini sangat bervariasi, baik antarwilayah/kawasan maupun antarwaktu. Demikian dijelaskan Pakar Sumber Daya Air Terpadu Universitas Indonesia, Firdaus Ali, kepada BERANI, pada April lalu.
Menurut Pak Firdaus, kondisi ketersediaan air yang terbatas diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Akibatnya, tingkat pencemaran air oleh limbah cair ataupun padat semakin tinggi. Daerah persediaan air pun rusak karena penebangan liar yang terjadi di hutan-hutan dan daerah resapan air. Kondisi ini menjadi semakin berat dengan adanya ancaman serius dari dampak perubahan iklim.
Dampak yang Muncul
Secara umum, kebanyakan wilayah di Indonesia telah nyaris mengalami krisis air bersih. Selama Maret 2010, misalnya, kelangkaan air di Provinsi Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Banten, dan Kalimantan Barat, mewarnai pemberitaan di berbagai media massa. Menurut Pak Firdaus, Pulau Jawa dan Bali sudah mengalami kelangkaan air sejak tahun 2000. Pada 2015, kelangkaan air diperkirakan meluas ke Sulawesi dan NTT. Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta kini sudah masuk dalam kategori krisis air. “Hampir sebagian besar sumber-sumber air perkotaan kita, khususnya di Pulau Jawa, terus tercemar oleh limbah. Sebagai contoh, dari 13 sungai/kali yang mengalir di Jakarta, hampir semuanya sudah tidak layak untuk dijadikan sumber air bersih,” jelasnya. Akibat gangguan kualitas sumber air tersebut, biaya pengolahan air bersih terus mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat harus membayar lebih mahal untuk bisa mendapatkan air bersih.
Dampak lain yang dapat muncul akibat krisis air adalah timbulnya penyakit yang berkaitan dengan ketersediaan air. Pak Firdaus mengatakan bahwa krisis air bersih di dunia merupakan penyebab kematian tertinggi kedua setelah perang. Menurutnya, hingga kini ada sebanyak 1,2 miliar orang yang tidak memiliki akses (jalan masuk) ke sumber-sumber air bersih yang aman dan terjangkau. Akibatnya, setiap tahun sedikitnya 2,2 juta orang meninggal karena penyakit diare. 

Tanggapan :
Menurut saya, permasalahan air bersih ini cukup memprihatinkan. Dampak krisis air bersih ini pun sangatlah besar. Timbulnya berbagai penyakit akibat sulitnya menjangkau sumber-sumber air bersih. Mungkin tanpa kita sadari, akibat krisis air bersih ini disebabkan oleh kita sendiri karena kurangnya kesadaran dalam  menjaga lingkungan. Akibatnya, tingkat pencemaran air oleh limbah cair ataupun padat semakin tinggi. Daerah persediaan air pun rusak karena penebangan liar yang terjadi di hutan-hutan dan daerah resapan air. Sungai-sungai tidak layak menjadi sumber air bersih karena sudah kotor dan tercampur limbah cair dan padat, begitu pula dengan aliran kali atau got. Air sumurpun sulit kita jumpai dengan kualitas airnya bersih dan layak dikonsumsi Karen pepohonan sudah hampir habis karena ditebang dan tanahnya untuk pembangunan. Kita harus meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Jika kita semua ingin mendapatkan sumber air bersih, maka seharusnya kita menjaganya dan tidak merusaknya. Jangan lagi membuang sampai sembarangan bahkan membuang sampah di sungai atau di kali atau got, tingkatkan reboisasi atau penghijauan, pemerintah harus memperbaharui sistem pembangunan jangan sampai tingkat pembangunan tidak merata setiap daerah agar antara pembangunan dan penghijauan sama/sebanding. Dengan demikian sumber air bersih pun kita mudah mendapatkannya.  


GM Timnas Indonesia Tersandung Kasus Dugaan Korupsi
General Manager timnas Indonesia Arya Abhiseka belakangan diduga tersandung kasus korupsi APPI. Mantan Presiden Kehormatan APPI, Vennard Hutabarat, memberikan penjelasan mengenai hal tersebut.
Arya dikabarkan membawa kabur uang APPI (Asosiasi Pemain Profesional Indonesia) sebesar Rp 1,7 miliar kala masih menjabat sebagai CEO APPI pada 2008-2011, yang mana uang tersebut merupakan uang subsidi yang berasal dari FIFPro. Melalui e-mail yang dikirimkan ke beberapa media, Arya sudah membantah tuduhan tersebut.
Menurut pembelaannya, uang yang diberikan oleh FIFPro tidak sebanyak itu. Arya juga mengatakan bahwa uang tersebut ia gunakan untuk berbagai keperluan APPI, di antaranya untuk menggaji staf dan beberapa keperluan dinas.
Kasus menjadi rumit setelah Vennard Hutabarat, yang sebelum mengundurkan diri hari ini, Jumat (19/8/2011), masih menjabat sebagai presiden kehormatan APPI, menduga tanda tangannya dipalsukan oleh Arya. Bagaimana penjelasan kejadiannya?
“Sebelumnya saya ingin mengatakan bahwa saya mengatakan ini semua dengan kapasitas pribadi, bukan atas nama APPI, dan kita tetap harus memakai asas praduga tak bersalah,” ujarnya membuka penjelasan kepada para wartawan di Semanggi, Jakarta, Jumat (19/8).
Vennard kemudian menurutkan bahwa sejak 2008 ada sejumlah uang yang ditarik dari rekening APPI dan jumlahnya rata-rata di atas Rp 10 juta. Padahal, menurut pengakuan Vennard, setiap penarikan yang mencapai angka Rp 10 juta ke atas harus disertai tanda tangan dirinya dan Arya. Masalah muncul karena Vennard merasa tak pernah membubuhkan tanda tangan untuk penarikan uang.
“Padahal, pengeluaran sebesar Rp 100 saja harus dengan sepengetahuan Exco (APPI, red),” tegasnya, seraya mengeluhkan juga tidak adanya transparansi dalam laporan keuangan.
Di sisi lain, Vennard juga mengungkapkan bahwa laporan keuangan yang sudah diberikan kepada pihak FIFPro adalah palsu. “Pihak bank sudah mengatakan bahwa rekening koran yang diberikan itu bukan berasal dari mereka.”
“Jumlah, yang saya hitung, yang dia ambil itu ada sebesar Rp 1,7 miliar. Tapi, sekali lagi, kita tak mau menuduh apakah dia melakukan korupsi atau tidak, karena kita tidak tahu uang itu dia gunakan untuk apa,” kata Vennard lagi.
Sejumlah Uang Masuk ke Rekening Pribadi
Arya kemudian membeberkan rekening koran yang didapatnya dari pihak bank. Dari temuan yang dia dapatkan, sejumlah uang yang berasal dari rekening APPI, ternyata ditransfer ke rekening pribadi Arya Abhiseka.
“Tahun 2009, pada tanggal 10 Desember 2009, ada kiriman dari FIFPro sebesar 187 juta dan pada saat itu juga ada penarikan sebesar Rp 150 juta. Jadi, ini ada kiriman langsung dibersihkan sama dia.”
“Pada tahun 2010, pada tanggal 9 Maret, 25 juta langsung ditransfer ke rekening pribadi atas nama Arya Abhiseka. Ini adalah pertama kalinya dan selanjutnya ada banyak transfer ke rekening pribadinya.”
Selanjutnya ada beberapa transfer ke rekening pribadi Arya dengan jumlah yang beragam. Vennard kemudian juga mengungkapkan temuan lain, ada sejumlah uang juga ditransferkan ke rekening Ibu Fatma, yang mana merupakan istri Arya.
“Pada tanggal 29 Juli 2010 ada transfer sebesar Rp 5 juta ke rekening Ibu Fatma yang kalau saya tak salah itu adalah istrinya.”
“Hanya ada satu kali transferan ke rekening saya, pada 23 Desember, sebesar Rp 9.950.000. Itu sebagai bantuan kepada saya karena saya sakit. Anggapannya itu uang kompensasi saya dari APPI untuk biaya berobat. Waktu itu saya rawat inap menghabiskan dana Rp 7 juta,” jelasnya.
Vennard mengaku tak tahu menahu masalah ini selama tiga tahun terakhir lantaran semua hal di dalam organisasi dijalankan oleh Arya. Ia pun mengaku menyesal dan mengaku ini semua adalah pelajaran baginya.

Tanggapan :
Menurut saya, dengan pemberitaan mengenai admidmistrasi keuangan diatas walaupun hanya pemberitaan media saja yang belum ada kebenaran bukti-bukti yang ada tapi mengenai penyimpangan tugas seorang general manager yaitu dengan mengambil uang dari FIFP itu tidak amanah dan melanggar hukum. Pelakunya bisa dijerat dengan hukuman dalamsidang pengadilan. Seharusnya pihak-pihak yang terkait dalam administrasi keuangan dalam sebuah club sepak bola dan tim nasional ataupun lembaga-lembaga yang terkait harus jeli dalam menugaskan seseorang yang profesional. Misalnya pada tugas general manager itu, ia diwajibkan untuk membuat laporan keuangan baik untuk uang pengeluaran ataupun uang pendapata. Jika pihak-pihak yang terkait tidak tegas dalam sistem keprofesionalan pekerjaan, maka semua orang akan dirugikan akibatnya karena persepakbolaan tanah air terhambat dan apalagi permasalahannya adalah korupsi uang negara yang akan merugikan masyarakat negera tersebut. 
            Jika persepak bolaan di negara kita ingin maju,  semua pihak yang terlibat harus bekerja keras, jujur, amanah, profesional, memiliki jiwa nasionalisme. Jangan sampai penyimpangan dibiarkan contoh dalam pembahasan ini.



Bom Bunuh Diri Meledak di Solo


Bom bunuh diri mengguncang Solo pada Ahad pagi. Sasarannya, rumah ibadah, Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton. Sebanyak 24 jemaat gereja luka-luka, sedangkan pelaku tewas mengenaskan.
Dikutuk Berbagai Pihak
Dalam menanggapi peristiwa di ujung misa itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar tatap muka dengan wartawan di Istana Negara petang kemarin.
Dalam pernyataannya, Presiden SBY, demikian ia biasa disebut, mengutuk keras tindakan pelaku pemboman. Dan untuk menindaklanjuti kasus itu, ia memerintahkan aparat hukum untuk tegas menindak otak di balik aksi itu apa pun suku dan latar belakangnya. “Aparat hukum tidak perlu ragu-ragu dalam menghadapi mereka,” ucapnya.
Ulama Cirebon yang tergabung dalam Forum Lintas Iman Cirebon Antiteror mengutuk keras bom bunuh diri di Solo, Ahad (25/9/2011). Kejadian itu menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam melindungi keamanan warga negara.
Direktur Fahmina Institute, sebuah lembaga studi Islam di Cirebon, Marzuki Wahid, mengatakan, terulangnya bom bunuh diri dalam kurun waktu lima bulan di Indonesia, yakni setelah bom Cirebon, antara lain disebabkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan terorisme sampai ke akarnya.
“Penyelesaian selama ini hanya di permukaan saja. Padahal, salah satu hak warga negara ialah mendapatkan perlindungan dan rasa aman,” ujarnya.
Suryapranata, perwakilan ulama Buddha, menyebutkan, Presiden dan polisi harus segera membongkar jaringan pelaku bom Solo. “Jangan sampai ada rakyat yang merasa tidak aman,” katanya.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Semesta Solo sebagai satu lagi bukti pemerintah telah gagal. Keamanan dan intelijen, lagi-lagi kecolongan. Kasus bom Solo seakan peristiwa berulang dari bom bunuh diri di Cirebon beberapa waktu lalu.
Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo mengatakan, bom bunuh diri di tempat ibadah adalah bukti adanya masalah mendasar di negara ini.
“Pemerintah tidak bisa melaksanakan perintah konstitusi Pasal 29 yaitu wajib melindungi hak setiap warga negara untuk menjalankan ibadahnya sesuai agama dan kepercayaannya,” kata Tjahjo, Ahad (25/9).
Pelaku
Sebelum beraksi, meledakkan diri di Gereja Betel Injil Sepenuh (GBIS) Solo, terduga pelaku terlihat mampir di sebuah warung internet (warnet), Solonet.
Ia sempat menitipkan tas dan ganti baju di WC. Dia juga sempat masuk ke bilik internet, log in dengan dua nama: Oki dan Eko. Sejumlah situs jihad diduga ia buka, ada Al Qaeda dan Arrahmah.
Dimintai tanggapan terkait itu, Pemimpin Redaksi Arrahmah.com, Muhammad Fachri menegaskan, siapapun bisa mengakses situsnya, tidak masalah. “Arrahmah adalah situs rujukan umat Islam dan jihad di seluruh dunia,” kata Fachri saat dihubungi media.
Fachri menegaskan, pelaku tidak ada kaitannya sama sekali dengan Arrahmah. “Arrahmah bisa dibuka siapa saja, siapapun. Jangan kemudian mengkaitkan,” ujarnya.
Mantan komandan Jamaah Islamiyah untuk Asia Tenggara, Nasir Abbas turut mengomentari mengenai kejadian ini.
“Pelaku bom bunuh diri adalah orang bodoh dan orang jahat, membuat suasana rukun menjadi kacau, membuat masyarakat jadi tidak tenang, apalagi di tempat ibadah,” kata Nasir Abbas kepada media, Minggu 25 September 2011.
Nasir mengimbau untuk semua media agar menyampaikan pemberitaan tidak membuat sebagian masyarakat menjadi resah. “Isu agama dan SARA jangan terlalu dikaitkan, biarlah pihak keamanan dan kepolisian menyelesaikan yang sudah menjadi tugasnya, kita tunggu hasil pemeriksaan, siapa pelaku bom itu, siapa pemimpinnya, dan apa motivasinya,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Anis Matta mengucapkan belasungkawa mendalam atas bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo. Anis mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengutuk aksi biadab itu.
“Mari bersama-sama kita kutuk aksi itu. Atas alasan apapun tindakan itu tidak dibenarkan. Tidak ada pula ajaran agama yang membenarkan aksi seperti itu,” kata Anis di sela halal bi halal dan temu kader PKS Bali, di Denpasar, Ahad.
Ia juga mengimbau agar serangan ini tak sampai menimbulkan konflik horizontal, baik di Solo maupun di kota lainnya. Polisi, imbuhnya, harus melakukan menuntaskan persoalan ini secara komprehensif.
Ia menilai aksi tersebut bukan dilakukan oleh kelompok terorganisir, melainkan aksi individual. “Makanya belakangan ini polisi kesulitan mengidentifikasi gerakan mereka. Polisi kesulitan mengidentifikasi mereka, karena arah gerak teroris saat ini sangat tidak jelas,” katanya.
Sudutkan Islam
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengutuk aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah. Kejadian tersebut dinilai akan semakin menyudutkan nama Islam.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, mengaca pada kejadian yang sama sebelumnya, aksi bom bunuh diri yang mengakibatkan satu korban jiwa tersebut akan semakin menyudutkan nama Islam, yang acap kali menjadi kambing hitam asal pelaku pengeboman. Kejadian ini juga dianggap akan menjadikan Indonesia semakin dinilai miring oleh dunia internasional.
“Jelas kami sangat menyayangkan. Kenapa di negeri yang sudah mulai kondusif ini masih ada aksi-aksi tak bertanggung jawab seperti itu? Apalagi untuk nama Islam, kejadian ini akan semakin menyulitkan upaya perbaikan nama yang tengah kami lakukan, yang juga dilakukan oleh teman-teman ormas lainnya,” ungkap Said di Jakarta, Ahad.

Tanggapan :
Menurut pendapat saya, dengan terjadinya bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil sangat meresahkan masyarakat. Timbulnya keresahan yang dirasakan masyarakat ini akan menjadikan suasana kerukunan dalam perbedaan agama dapat retak. Menimbulkan juga prasangka tidak baik terhadap perbedaan agama dan jika dibiarkan menjadi konflik antar agama. Kenapa demikian, karena terjadinya bom digereja maka umat Kristen akan merasa dizalimi dan merasa diganggu keamanan, peribadatan, dan keselamatan dirinya. Mereka pun akan beranggapan bahwa yang mereka perangi adalah umat islam padahal prasangka demikian tidaklah benar dan tidak ada bukti. Mereka sebatas tahu bahwa yang melakukan bom bunuh diri adalah orang yang beragama islam. Dengan begitu kerukunan yang terjadi akanlah retak, dan rasa persodaraan akan hilang karena timbul rasa kebencian. Pemerintah seharusnya lebih agresif dalam melaksanakan tugasnya dalam menjaga keamanan masyarakat. Jangan sampai hal ini dapat terulang lagi. Cukuplah masalah ini terjadi sekali saja, jangan terulang lagi karena ini adalah masalah yang menyangkut persatuan dan kesatuan Negara kita.