Kasus HIV/AIDS di Indonesia Meroket
Mencemaskan! Kasus HIV/AIDS di Indonesia meroket cepat. Perilaku dan gaya hidup bebas telah membuat kasus ini melaju kencang di Indonesia. Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional menunjukan, tahun 1987 jumlah penderita AIDS di Indonesia masih lima kasus. Dalam rentang waktu 10 tahun, hanya bertambah menjadi 44 kasus. Tetapi sejak 2007, kasus AIDS tiba-tiba melonjak menjadi 2.947 kasus dan periode Juni 2009 meningkat hingga delapan kali lipat, menjadi 17.699 kasus. Dari jumlah tersebut, yang meninggal dunia mencapai 3.586 orang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV menyerang system kekebalan tubuh dan merusak bagian dari system itu, yaitu jenis sel darah putih yang disebut T lymphocyte atau T cell atau dalam bahasa Indonesia, sel limfosit T. Menurut KAPETA Foundation, banyak orang tidak merasa berbeda setelah terinfeksi HIV. bahkan banyak orang tidak merasa gejala apa-apa selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, tak sedikit orang yang tertular HIV tetapi tidak menyadarinya. Diestimasikan, di Indonesia tahun 2014 akan terdapat 501.400 kasus HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS sudah terdapat di 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Penderita ditemukan terbanyak pada usia produktif, yaitu 15-29 tahun. Padahal, pengurangan kasus HIV/AIDS merupakan salah satu target Millennium Development Goals (MDGs). Fakta menunjukkan, Papua tidak lagi menjadi provinsi yang memiliki jumlah kasus HIV/AIDS paling banyak, meski untuk prevalansi per penduduk masih yang tertinggi. Justru di Jawa Barat (Jabar) jumlah kasus penderita HIV/AIDS menduduki peringkat pertama. Jabar mencapai 3.213 kasus, disusul DKI Jakarta 2.810 kasus, Jawa Timur 2.753 kasus, kemudian keempat Papua dengan 2.605 kasus. Memang, kasus HIV/AIDS di Indonesia bagaikan fenomena gunung es. Jumlah penderita yang melapor hanyalah sebagian kecil dari kasus sesungguhnya terjadi. Ada estimasi, kasus HIV/AIDS di Indonesia sebenarnya sudah mencapai 270.000 penderita. “Penderita yang melapor hanya 10%. Banyak yang menderita HIV tidak mau melapor karena masih merasa sehat,” kata Sekretaris KPA Nasional Nafsiah Mboi. Nafsiah menegaskan, tingginya peningkatan kasus HIV/AIDS sebagian besar diakibatkan penularan lewat hubungan seksual, selain suntikan, transfusi dan sebagian kecil tertular karena kehamilan dan melalui pajanan saat bekerja. Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan risiko penularan. Pajanan ada tiga macam, yaitu pajanan di tempat kerja, yang biasanya menimpa petugas perawatan kesehatan. Peristiwa ini biasanya berupa kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik bekas pakai secara tidak sengaja pada petugas. kedua, pajanan akibat hubungan seks berisiko, misalnya bila kondom pecah atau lepas saat ODHA berhubungan seks dengan pasangan HIV negatif. Ketiga, pajanan akibat perkosaan. Tambahnya, jika hubungan seks terjadi secara paksa, yang sering disertai kekerasan, risikonya lebih tinggi. Data KPA Nasional menunjukkan, 3,3 juta laki-laki mengunjungi pekerja seks. Ada 381.000 laki-laki menyuntik narkoba, dan 809.000 melakukan hubungan seksual sesama jenis. Sri Kusyuniati, Direktur World Population Foundation Perwakilan Indonesia mengakui, tren kasus HIV/AIDS di Indonesia akan terus meningkat. Masyarakat yang berisiko tinggi terhadap HIV, seperti pekerja seks, gay, waria, atau pengguna jarum suntik, sebenarnya mengetahui perbuatannya akan berdampak terhadap potensi penularan HIV. Oleh karena itu, dia menegaskan perlu penanganan kasus HIV/AIDS secara nasional yang melibatkan semua pihak, termasuk pemuka agama. Kusyuniati menegaskan, banyak perempuan dan anak-anak akhirnya tertular HIV dari laki-laki yang sering berhubungan dengan pekerja seks. Dan mereka juga lebih menderita karena mereka akan dikucilkan oleh lingkungan. Stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS masih negatif. Hal ini juga yang mendorong banyak perempuan penderita HIV/AIDS secara langsung menyingkir dari lingkungannya. Sehingga dibutuhkan kampanye lebih intensif dan besar-besaran yang menyadarkan masyarakat agar tidak mengucilkan penderita HIV/AIDS. Jabar, provinsi dengan kasus HIV/AIDS tertinggi, Kalau sebelumnya Papua menempati posisi pertama sebagai provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi, kini posisi itu ditempati Provinsi Jawa Barat (Jabar). Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan (Depkes) per bulan Desember 2008, Jabar memiliki kasus AIDS tertinggi di Indonesia dengan 2.888 kasus. Sementara itu, untuk HIV mencapai 1.523 kasus. Diperkirakan, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Jabar mencapai 21.000 orang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jabar pada Agustus 2008, Kota Bandung menjadi daerah terbanyak kasus HIV/AIDS di Jabar dengan 534 kasus untuk HIV positif dan 929 kasus untuk AIDS. Dari 929 kasus AIDS, 773 kasus di antaranya disebabkan pengunaan jarum suntik secara bergantian. Selain itu, Kota Bekasi memiliki 298 kasus AIDS dan 143 kasus HIV positif. Disusul Kota Sukabumi dengan 109 kasus AIDS dan 148 HIV positif. Mayoritas penularan AIDS akibat penggunaan jarum suntik. Tidak hanya Jabar, provinsi lainnya juga patut diwaspadai. Meskipun dari segi jumlah kasus Papua di bawah Jabar, DKI Jakarta dan Jawa Timur, namun dari segi penyebaran, Papua masih tertinggi. Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Mimika, Papua hingga akhir Juni 2009 mencapai 1.993 orang, yang merupakan jumlah tertinggi di Papua. Persentase peningkatan jumlah ini disebabkan factor hubungan seks bebas yang mencapai 89% dan rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang perilaku berisiko tinggi. |
Tanggapan :
Meningkatnya presentasi penyakit HIV/AIDS patut kita cermati. Seharusnya masalah ini harusnya kita peduli. Jika tidak, penularan berbagai macam dapat terjadi. Celakanya jika tidak ada pembinaan sejak dini terhadap generasi muda, maka meningkatlah jumlah penyakit HIV/AIDS di Indonesia. Pemerintah juga dapat mensurvey seberapa parah daerah-daerah yang terkena HIV/AIDS. Pemerintah juga dapat membuat rumah sakit atau tempat penyusuluhan terhadap penyakit HIV/AIDS. Karena penyakit ini adalah penyakit menular yang mudah tersebar. Jika pemerintah sudah mengumpulkan dan membuat tempat penyuluhan untuk penderita penyakit untuk melakukan pengobatan, kita dan pemerintah juga dapat melakukan pembinaan terhadap masyarakat umum. Pengetahuan seks juga harus dipahami oleh semua masyarakat luas. Jika kita kita dapat melakukan itu, kita sudah dapat mencegah dan meminimalkan jumlah penderita HIV/AIDS di Negara kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.