Minggu, 08 Januari 2012


Pemeluk Agama di Indonesia Rawan Konflik



MEDAN - Pemeluk agama di Indonesia sangat rawan konflik, kondisi ini dipengaruhi oleh banyaknya suku pemeluk agama tetapi dipicu oleh catatan sejarah yang juga menceritakan bahwa terjadi konflik dikalangan pemeluk agama. Karena itu, peluang terjadinya konflik antar pemeluk agama sangat besar. Tetapi harus dihindari, salah satunya memanfaatkan kearifan lokal yang sarat dengan konsep kerukunan umat beragama.      
Abdul Fatah, selaku Kepala Pusat Kerukunan Beragama mengatakan, adanya enam agama yang ada di Indonesia dengan perbedaan yang mendasar dan beragam kepentingan, tentu saja mudah memicu konflik. Tetapi semua itu bisa diredam dengan adanya sistem kearifan lokal di Indonesia. Misalkan yang ada pada masyarakat Batak dengan sistem Dalihan Natolu yang berfungsi merekatkan masyarakat yang secara nyata telah mampu membina rukunnya umat beragama di Sumut. Demikian juga di Sulawesi Utara dengan adanya budaya maplous dan momosat (gotong royong) sekalipun beda etnis dan agama.
"Hampir setiap daerah memiliki tradisi perekat itu dan bisa dijadikan kekuatan untuk mencegah bibit perpecahan," kata Abdul Fatah.
Sedangkan Kepala Kantor Departemen Agama Provsu, Syariful Mahya Bandar, mengatakan, adanya kearifan budaya lokal untuk menghempang terjadinya konflik antar pemeluk agama adalah hal positif, hanya saja harus ditekankan bahwa kehadiran umat berbeda agama dan keyakinan pada suatu acara atau memenuhi undangan terkait dengan kearifan budaya lokal tadi, sifatnya adalah tradisi sosial keagamaan tidak terikat kepada ritual agama.
"Harus kita tekankan bahwa kehadiran umat berbeda agama dan keyakinan pada suatu acara keagamaan adalah bersifat tradisi sosial keagamaan dan tidak terkait dengan ritual agama," ucap Syariful Mahya Bandar.
Dia menambahkan pembinaan agama merupakan tanggung jawab departemen agama sebagai institusi negara yang memang secara historis mempunyai wewenang di bidang itu. Arah pembinaan kehidupan beragama di Indonesia adalah membangun kerukunan hidup intern dan antar umat beragama serta umat beragama dengan pemerintah. Hal ini disebebkan agama mempunyai kecenderungan untuk menyebarkan kebenaran yang diyakini kepada umat manusia. Jika kecendrungan itu tidak diatur, maka masyarakat beragama berpotensi untuk saling berebut pengaruh yang pada gilirannya dapat menimbulkan konflik antar agama. 
"Untuk ini diperlukan pedoman dan fasilitas bagi kalangan umat beragama untuk saling berdialog dan kerjasama seperti kegiatan hari ini, yang membahas tradisi sosial keagamaan yang merekatkan umat beragama," tambah Syariful Mahya Bandar.

Tanggapan :
Emosi adalah pemicu konflik. Kita dapat menyimpulkan sebenarnya masalah konflik antar agama ataaupun konflik lainnya sama yaitu faktor emosi dan tidak mau musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Hasilnya adalah koonflik berkepanjangan yang tak usai dan memicu permasalahan baru. Sebaiknya setiap individu ataupun kelompok tidaklah mengutamakan emosinya yang dapat merugikan orang lain. Merasa dirinya benar memicu timbulnya komflik. Meredamkan emosi dan melakukan musyawarah adalah jalan yang benar untuk menyelesaikan masalah yang ada. Terutama masalah perbedaan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.